Selasa 30 April 2019 dilakukan rapat koordinasi terkait Relokasi Lapangan Jatisari yang sejak 2017 digusur tol dan sampai 201i belum diganti keberadaannya.
Rapat yang dihadiri oleh pihak Kabupaten, Pihak Desa, Pihak Kecamatan, Pihak Dusun V Jatisari, Pak Sumarjo dan Pak Djumino ini berlangsung hangat menuju panas.
Masalahnya pihak tim 5 selaku perwakilan desa ternyata masih menahan surat Kompleks Lapangan Jatisari dan masih belum.mau menyerahkannya ke Pihak Desa Jatimulyo. Padahal ada dokumen serah terima tahun 2016 yang berisi tentang penyerahan surat surat tersebut dari pihak tim 5 kepada desa, tapi ternyata sampai sekarang surat itu masih ada di tangan tim 5.
Secara pribadi, bapak Sumarjo dan bapak Jumini sudah menyatakan bahwa mereka menyerahkan sepenuhnya surat menyurat ke pihak Desa, tetapi surat menyurat sekarang dipegang oleh Pak Sugiyanto, dan dalam rapat tersebut pak Sugiyanto belum bisa hadir.
Pihak Desa Jatimulyo pun masih belum berani mengambil surat tersebut dari pihak tim 5. Menurut pengacara Desa Jatimulyo, Bapak Dwi menyatakan bahwa Jika tim 5 menyerahkan surat menyurat tersebut ke Desa, maka Desa akan memiliki kuasa penuh untuk mengurusnya, dan uang ganti rugi bisa segera dicairkan dan Lapangan Jatisaripun segera diganti.
Untuk mengurus serah terima tersebut maka akan dilakukan rapat kembali dan menghadirkan seluruh anggota tim 5 yaitu pak Jumadi, pak Sarjiyo dan pak Sugiyanto. Dan akan dilakukan upaya intensif untuk mewujudkannya.
Di sisi lain, pihak PPK tanah Tol Bakauheni terbanggi besar III menyampaikan bahwa jika memang kompleks tanah lapangan Jatisari adalah milik desa Jatimulyo maka proses ganti rugi hanya memerlukan Sporadik di bawah tahun 2015 (Penetapan lokasi penlok tol kisaran tahun 2015), lalu harus ada surat Izin Bupati dan persetujuan Gubernur. Jika semua persyaratan itu sudah ada maka PPK akan segera mencairkan seluruh dana ganti rugi yang berjumlah lebih dari 17 milyar Rupiah.
Masalah besar ganti rugi lapangan ini adalah karena pihak Desa Jatimulyo tidak berani untuk segera mengambil alih tanah desa yang memiliki surat pelepasan dari gubernur tahun 1999. Jika pihak desa berani maka proses selanjutnya adalah izin bupati dan persetujuan Gubernur.
Masalah ini terlihat sederhana, tetapi di Lapangan menjadi sangat rumit karena masing-masing pihak belum menemukan kata sepakat dalam teknis pengurusan ganti rugi Lapangan Jatisari. Masih belum memfokuskan penggantian Lapangan Jatisari.
Dengan adanya permasalahan ini maka yang menjadi korban adalah warga Jatisari, pemuda yang biasanya berolahraga sekarang bingung mau olahraga dimana, akhirnya banyak nongkrong, menyalurkan energinya ke hal yang kurang baik, maksiat, hura-hura dan hal ini jelas akan merugikan Kampung Jatisari.
Bapak-bapak aparat pemerintahan yang terhormat, tolong jangan pikirkan urusan pribadi, anda akan dimintai pertanggungjawaban dunia akhirat terkait efek-efek negatif akibat hilangnya lapangan Jatisari.
Dalam kesempatan tersebut juga disampaikan, jika relokasi lapangan mengalami jalan buntu, maka masyarakat Jatisari akan melakukan demonstrasi ke Desa, Kecamatan, dan Kabupaten sebagai langkah terakhir penyampaian Aspirasi Masyarakat yang mengalami jalur buntu.
Mohon kepada semua pihak agar bisa fokus untuk Lapangan ganti lapangan, karena yang diminta warga Jatisari bukan uang, hanya ingin mendapatkan lapangannya kembali.
Lapangan Jatisari ada Surat dari gubernur, dari camat ada, dari desa ada, dari pamong dan sesepuh ada, tapi pemerintahan nampaknya butuh dukungan penuh dari Kabupaten atau gubernur, atau mungkin pemerintah pusat, sehingga menjamin perlindungan hukum agar bisa lebih leluasa dalam mengurus permasalahan relokasi Lapangan Jatisari ini.
Semoga memberi pertolongan kepada masyarakat Jatisari untuk memperjuangkan Lapangannya.
[…] dari pertemuan, Staff Ahli Bupati Bapak Priyanto mengagendakan Rakor dengan pamong Jatisari pada 30 April 2019, hasil Rakor inipun belum didapat keputusan yang berarti, lalu akan diagendakan kembali Rakor, tapi […]