Kamis, 19 Oktober 2017 di Lapangan Jatisari puluhan orang berkumpul untuk menciptakan situasi yang kondusif di masyarakat menghadapi eksekusi Lapangan Jatisari yang akan digusur untuk proyek Jalan Tol Trans Sumatera. Hal ini dilakukan mengingat proses ganti rugi lapangan yang belum kelar.
Kepala dusun Jatisari, ketua RT, tokoh masyarakat, Humas Adhi Karya, tokoh masyarakat, PAM OBVIT, dan kepolisian Jati Agung semua turun ke Lapangan Jatisari. Semua bersatu untuk menciptakan situasi yang kondusif di sekitar Lapangan.
Bersatunya pihak-pihak terkait tersebut sekaligus membuat kesepakatan bersama (MOU) dengan Kepala Desa Jatimulyo guna mempercepat proses ganti rugi Lapangan Jatisari. Karena dengan berlarut-larutnya proses ganti rugi maka pekerjaan tol trans Sumatera akan terhambat.
Pamong menyatakan, saat ini masyarakat Jatisari tidak ada tuntutan lain, masyarakat dan pamong sudah bersatu, sama-sama berjuang untuk mendapatkan lapangan yang baru. Apapun yang terjadi nanti, maka seluruh pamong dan masyarakat akan maju bersama-sama memperjuangkan lapangannya. Lapangan harus diganti lapangan adalah sudah menjadi harga mati.
Selanjutnya untuk mempercepat proses ganti rugi lapangan, Pamong Jatisari akan menemui pihak Tol dan Jajarannya, Camat Jati Agung, Bupati Lampung Selatan, dan Gubernur Lampung. Dengan adanya pertemuan tersebut maka semua pihak akan bersatu untuk memperjuangkan relokasi Lapangan Jatisari yang seharusnya memang harus diperjuangkan bersama.
Semoga tidak lama lagi Jatisari akan mendapatkan Lapangan yang baru, dimohon juga bagi warga masyarakat Jatisari agar dapat bekerjasama untuk menciptakan situasi yang kondusif, jangan mudah terprovokasi untuk melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum. Dan Sadarlah wahai masyarakat Jatisari, Lapangan ini bukan hanya untuk kita, tapi untuk anak cucu kita, jadi sekali lagi sadarlah, mari sama-sama memperjuangkannya.
Saat ini baru bagian timur tiang gawang yang diratakan untuk dijadikan akses keluar masuk alat berat Adhi Karya, sementara Lapangan Sepak Bola masih bisa digunakan para pemuda untuk bermain bola, walaupun ada tiang dan sang saka merah putih yang berdiri tegak di tengah lapangan sebagai simbol perjuangan masyarakat Jatisari.