Menurut cerita abah Edeng, Jatisari berdiri pada tahun 1956, tepatnya saat peringatan Hari besar Islam, kalo dalam tradisi Jatisari Namanya Suro-an. Dalam acara tersebut, sesepuh Jatisari (saya tidak ingat namanya) mendeklarasikan penggantian nama kampung dari Batu Lungguh menjadi Jatisari.
Jika acara tersebut digelar pada malam 1 Muharram, maka Jatisari dianggap berdiri pada kisaran tanggal 8 Agustus 1956. Jika suro-an itu dilakukan pada malam 10 Muharram maka Jatisari berdiri pada tanggal 17 Agustus 1956. Wallahu’alam. Tanggal berdirinya Jatisari ini belum pernah dibahas oleh para pamong, mungkin jika nanti diperlukan, ini bisa menjadi masukan.
Jatisari dahulu masih hutan belantara, penduduknya banyak berasal dari Jawa Timur, ada Juga Jawa Barat, dan Tengah. Mata Pencaharian warga Jatisari banyak yang bertani, ada juga yang bekerja sebagai buruh di perkebunan. Perkebunan yang ada di sekitar Jatisari berupa kebun Karet dan kebun Kapas.
Pada sekitaran tahun 1958, Jatisari diteror Harimau besar pemangsa Manusia, ada beberapa warga jatisari yang dimangsa. Ada yang hanya ditemukan tangannya, dan bagian tubuh lainnya berceceran dihutan, ada juga yang menceritakan bahwa harimau tersebut hanya memakan isi perut korbannya. Menurut Abah Edeng, kemungkinan Harimau tersebut tempat tinggalnya banyak berkurang karena hutan yang dijadikan tempat tinggal manusia, sehingga harimau marah.
Mengenai teror ini, Abah Edeng sendiri pernah merasakan di rumahnya. Saat itu malam hari, Harimau mendatangi rumahnya, pintu didobrak, harimaupun masuk rumah, semua perabotan rumah diacak-acak oleh Harimau, dan saat abah edeng terdesak, beliau bertakbir “Allahuakbar…. “, lalu harimau berlalu.
Adanya teror tersebut mengakibatkan banyak warga Jatisari yang meninggalkan Kampung Jatisari, hanya beberapa orang yang tersisa, termasuk abah edeng dan sesepuh lainnya. Jika semua pergi, maka sekarang ini tidak akan mungkin ada nama Jatisari di sini.
Cerita ini juga aku pernah mendengarnya dari mbah Karjo, termasuk dari mulut ke mulut, dan bapakku sendiri menceritakan ini. Abah Edeng menceritakan bahwa beberapa bulan setelah teror itu, terdengar kabar bahwa harimau itu ditembak mati oleh pasukan khusus pemburu Harimau di wilayah Trikora.
Abah Edengpun menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa besarnya Harimau itu. Telapak cakarnya lebar sekali selebar piring. Bisa dipastikan, kampung sekitaran jatisari juga pasti mengalami teror ini. Karena cakupan kekuasaan harimau ini nampaknya sangat luas hingga Trikora.
Dari pengalaman ini kita bisa ambil pelajaran bahwa sehebat apapun teror yang menimpa Jatisari, kita harus bertahan di sini di kampung kita Jatisari tercinta, tempat lahir kita, tempat kelak kita dimakamkan, kita harus bertahan di sini sambil bertakbir, memohon pertolongan Allah.
Untuk Urusan teror, jika kita warga Jatisari tidak sanggup menumpasnya, maka biarlah yang lebih kuasa yang menumpasnya, di atas langit ada langit. Yang penting kita di posisi yang benar, selanjutnya kita harus bertahan di sini apapun yang terjadi, Insyaallah dengan melakukan proses ini maka Kampung Jatisari akan tetap ada sampai hari kiamat nanti. amin.